Diantara banyaknya aplikasi perkembangan teknologi reproduksi, bayi tabung (in virto fertilization) melalui ibu pengganti memiliki jangkauan konsekuensi yang begitu jauh sehingga menimbulkan banyak pertentangan etika dan hukum. Ibu pengganti digunakan pada pasangan yang memiliki masalah pada reproduksinya (isteri tidak subur) dan ibu pengganti harus menandatangani kontrak oleh kedua belah pihak dan setuju untuk diinseminasi secara artifisial bersedia disewa rahimnya, dengan suatu perjanjian untuk mengandung benih dari pasangan suami istri, melahirkan, dan menyerahkan kembali bayinya dengan imbalan sejumlah materi kepada pasangan suami istri yang tidak bisa mempunyai keturunan.
Saat melahirkan ibu pengganti melepaskan semua hak orang tua dan mentransfer hak asuh fisik anak tersebut ke pasangan komisioning. Secara singkat dapat dikatakan Surogasi merupakan persetujuan dari seorang wanita untuk menjalani kehamilan bagi orang lain.
Faktor-Faktor Penyebab Pasangan Suami Istri Melakukan Surogasi
1. Pihak istri mengalami penyakit serius dan tidak mungkin mengandung selama sembilan bulan
2. Sel telur sudah tidak bisa diproduksi lagi oleh Istri
3. Sperma suami bermasalah, tidak berkualitas atau jumlahnya sangat sedikit
Terdapat 2 Jenis utama Surogasi
a) Surogasi Gestasional (Gestational Surrogate)
Pada Surogasi jenis ini janin yang dikandung oleh Surrogate Mother berasal dari sel telur Istri dan sel sperma suami. Hasil pembuahan atau embrio yang ditransfer ke dalam rahim Surrogate Mother dihasilkan dari proses Fertilisasi In Vitro atau bayi tabung. Anak yang dilahirkan kelak tidak memiliki keterkaitan secara genetik dengan Surrogate Mother.
b) Surogasi Tradisional (Traditional Surrogate)
Pada surogasi jenis ini, surrogate mother biasanya memiliki andil untuk mendonorkan sel telurnya. Sel telur surrogate mother nantinya dibuahi oleh sel sperma suami dari pasangan tersebut. Anak yang dilahirkan kelak memiliki keterkaitan secara genetik dengan Surrogate Mother. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses fertilisasi yang terjadi dalam Surogasi pada dasarnya sama dengan pembuahan In Vitro atau bayi tabung (dilakukan di luar rahim ibu).
Surogasi Melanggar Hukum
Dalam hukum Indonesia, praktek ibu pengganti secara implisit tidak diperbolehkan. Dalam pasal 127 UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) diatur bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan :
A. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal
B. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
C. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.
Latar Belakang Terjadinya Sewa Rahim
Sewa rahim biasanya dilatarbelakangi oleh beberapa sebab, di antaranya :
A. Seorang perempuan atau seorang istri tidak mempunyai harapan untuk mengandung secara normal karena memiliki penyakit atau kecacatan yang dapat menghalanginya dari mengandung dan melahirkan anak.
B. Seorang perempuan tidak memiliki rahim akibat tindakan operasi pembedahanrahim.
C. Perempuan tersebut ingin memiliki anak tetapi tidak mau memikul beban kehamilan, melahirkan dan menyusukan anak dan ingin menjaga kecantikan tubuh badannya.
D. Perempuan yang ingin memiliki anak tetapi masa haidnya telah putus haid (menopause).
E. Perempuan yang menjadikan rahimnya sebagai alat komoditi dalam mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan ekonominya.
Risiko pada Anak dari Surogasi
Dalam prakteknya, sewa rahim atau ibu pengganti membuka peluang lebar adanya anak yang dilahirkan di luar nikah. Seorang gadis atau janda yang bersedia untuk melahirkan tanpa nikah dan hanya disewa rahimnya saja, dapat membawa dampak buruk serta penderitaan terhadap masa depan anak, di antaranya adalah :
A. Anak terlahir dengan status anak di luar nikah.
B. Anak kehilangan hak waris orang tua kandungnya.
C. Anak mendapat stigma buruk di masyarakat.
D. Anak tersebut dapat disangkal oleh orang tua kandungnya maupun oleh orang tua titipan.
Kasus Surogasi Yang Kerap Terjadi
A. Pasangan AB menitipkan embrio, yang merupakan hasil pembuahan antara sel telur A (Istri) yang dibuahi oleh sel sperma orang lain (bukan suaminya), atau sebaliknya sel sperma B (suami) membuahi sel telur wanita asing (bukan istrinya). Embrio tersebut kemudian dititipkan ke dalam rahim wanita lain (C)
B. Kasus yang lebih ekstrim, pasangan AB mendapatkan anak secara surogasi dari embrio hasil pembuahan sel telur seorang wanita asing dan
sel sperma seorang pria asing. Embrio “orang asing itu” kemudian dititipkan kepada wanita C, dan setelah lahir diakui sebagai anak pasangan AB.
Dari penjelasan tersebut dapat terlihat dengan jelas mengapa surogasi merupakan hal yang masih kontroversial (meskipun ada beberapa negara yang telah melegalkan proses ini). Di Indonesia sendiri, surogasi merupakan praktik yang dilarang keras dilakukan. Hal ini berdasar pada fakta bahwa ada proses memasukkan hal paling pribadi dari seorang pria, yaitu sperma suami ke dalam kandungan wanita lain yang bukan istri sahnya.
About : Citra Dewi Amd. Keb
Bidan Citra Dewi Am.Keb merupakan alumnus Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi angkatan 2016 yang lahir pada 15 juni 1995. Aktif sebagai Interactive Medical Advisor di www.curhatbidan.com. Bagi saya menjadi seorang bidan adalah pekerjaan mulia yang memberikan pelayanan dengan hati nurani. Bidan berperan dalam luang lingkup kesehatan dasar masyarakat. Mulai dari bayi, remaja, pasangan usia subur sampai lanjut usia. Saya berharap mampu memberikan pelayanan kesehatan keluarga anda.