Ini perasaan Bidan Citra aja bukan sih, kalau masyarakat kita sudah mulapakan budaya antri, misalnya antri membeli tiket, antri membayar ke kasir, dan lain sebagainya. Kesannya terlihat bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang tidak mau mengantri dan saling menyerobot untuk mendapatkan antrian lebih awal. Jika memang ingin lebih awal maka datangnya harus lebih awal dong, ya kan?
Hal ini bisa dilihat dari kesadaran yang minim akan budaya tersebut dikarenakan masih banyak orang yang saling menyerobot maupun mengeluarkan berbagai alasan demi mendapatkan urutan atau antrian lebih awal.
Apa Sih Penyebabnya?
Hal seperti ini terjadi karena kurangnya pengajaran budaya antri pada pendidikan formal dalam pendidikan moral dan karakter. Budaya antri berpusat pada pengajaran dan bukan pada hukuman. Selain itu rasa kurang sabar pada diri dan ingin serba cepat tanpa aturan serta proses sehingga membuat malas mengantri.
Bagaimana Cara Mengajarkan Budaya Antri Pada Anak
Tanamkan pendidikan moral dan karakter sejak dini. Seperti budayakan antri. Jika budaya antri anak diberi informasi dan diberikan pengarahan serta dipraktekkan dengan benar, maka anak akan mendapatkan cara untuk dapat berperilaku dengan benar.
Selain itu, anak juga dapat diajarkan bagaimana cara membina hubungan dengan seseorang secara baik seperti saling menghargai, kerjasama, tolong menolong, ketegasan, kewibawaan dan rasa hormat terhadap sesama, apalagi terhadap orang yang lebih tua.
Mengajari budaya antri pada anak bisa dilakukan dengan hal-hal kecil, misalnya; mengajarkan anak bermain secara bergiliran, mengajarkan baris berbaris ketika mau masuk ke dalam kelas, mengajarkan untuk baris mengantri saat mau mencuci tangan, mengajarkan anak untuk bergiliran mengambil makanan. Mengajari anak untuk mengantri ketika masuk rumah, mengajari anak untuk bergiliran saat menonton tv, mengajari anak untuk mandi lebih awal agar dapat antrian lebih awal, dan lain sebagainya.
Seberapa Penting Anak Diajari Mengantri?
Salah satu Seorang guru di Australia pernah berkata bahwa ia tidak terlalu khawatir jika muridnya tidak bisa matematika, ia jauh lebih khawatir jika muridnya tidak pandai mengantri. Mengapa demikian? Padahal yang terjadi pada negara kita justru kebalikannya. Ternyata alasannya adalah karena mereka hanya perlu 3 bulan saja secara intensif untuk bisa matematika, sementara mereka perlu melatih anak hingga 12 tahun atau bahkan lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat bahwa ada pelajaran berharga dibalik proses mengantri.
Semua anak kelak juga kemungkinan tidak semuanya akan berprofesi menggunakan ilmu matematika kecuali tambah, kurang, kali dan bagi. Karena setiap anak pasti mempunyai kemampuan tersendiri, misalnya menari, melukis, arsitek, dan lain sebagainya.
Kita ketahui bahwa ilmu matematika tidak setiap saat akan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun ilmu mengantri itulah yang akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena dibalik kata ‘mengantri’ pasti ada pelajaran berharga.
Perlunya Contoh Dari Orang Tua
Anak merupakan ‘spons’ yang mudah menyerap berbagai informasi, jadi sebagai orang tua, Anda juga harus bisa memberikan contoh tentang sikap tersebut. Menanamkan budaya mengantri memang terlihat sepele, namun sikap mau mengantri ini menjadi mahal ketika banyak orang yang mengabaikan kepentingan orang lain dan berlaku sembrono.
Oleh karena itu, penting untuk si kecil memahami budaya mengantri dan menerapkannya. Banyak juga hal yang bisa dipetik dari mengantri seperti kesabaran, disiplin, sikap menghormati dan juga manajemen waktu.
About : Citra Dewi Amd. Keb
Bidan Citra Dewi Am.Keb merupakan alumnus Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi angkatan 2016 yang lahir pada 15 juni 1995. Aktif sebagai Interactive Medical Advisor di www.curhatbidan.com. Bagi saya menjadi seorang bidan adalah pekerjaan mulia yang memberikan pelayanan dengan hati nurani. Bidan berperan dalam luang lingkup kesehatan dasar masyarakat. Mulai dari bayi, remaja, pasangan usia subur sampai lanjut usia. Saya berharap mampu memberikan pelayanan kesehatan keluarga anda.