Ovarium merupakan organ reproduksi wanita yang berada di rongga panggul. Ovarium menghasilkan sel telur dan mensekresikan hormon wanita. Setiap bulan, ovarium akan melepaskan satu sel telur. Jika tidak dibuahi, sel telur akan dikeluarkan bersamaan dengan peluruhan lapisan dalam rahim, dan menyebabkan wanita mengalami menstruasi. Ovarium ini bisa mengalami tumor ganas yang disebut sebagai kanker ovarium.
Kanker ovarium dapat muncul pada segala kelompok usia, tapi umumnya terjadi pada wanita yang sudah masuk masa menopause atau berusia di atas 50 tahun. Hampir separuh pengidap kanker akan bertahan setidaknya selama 5 tahun setelah terdiagnosa, dan sepertiganya memiliki harapan hidup setidaknya selama 10 tahun. Meski demikian, penderita yang sudah sembuh dari kanker tetap berpotensi untuk mengalami kekambuhan dalam beberapa tahun.
Gejala Kanker Ovarium
1. Perut selalu terasa kembung.
2. Pembengkakan pada perut.
3. Sakit perut.
4. Penurunan berat badan.
5. Cepat kenyang.
6. Mual.
7. Perubahan pada kebiasaan buang air besar, misalnya konstipasi (sulit buang air besar).
8. Frekuensi buang air kecil yang meningkat.
9. Sakit saat berhubungan seksual.
Penyebab Dan Faktor Risiko Kanker Ovarium
a. Usia. Kanker ovarium cenderung terjadi pada wanita berusia 50 tahun ke atas.
b. Genetik. Risiko untuk terkena kanker ovarium akan meningkat jika memiliki anggota keluarga yang mengidap kanker ovarium atau kanker payudara. Begitu juga pada wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2, yang merupakan mutasi genetic yang dapat diturunkan.
c. Terapi pengganti hormon estrogen (Esterogen Hormone Replacement Therapy), terutama bila dilakukan dalam jangka waktu lama dan dengan dosis tinggi.
d. Menderita sindrom ovarium polikistik (PCOS).
e. Tidak pernah hamil.
f. Mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
g. Mengalami siklus menstruasi sebelum usia 12 tahun dan menopause setelah usia 50 tahun.
h. Menjalani terapi kesuburan.
i. Merokok.
j. Menggunakan alat kontrasepsi IUD.
Prosedur Pemeriksaan
Jika Anda mengalami gejala-gejala tersebut dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan ultrasonografi (USG) yang dilakukan untuk memeriksa perut bagian bawah beserta organ reproduksi. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui bentuk, ukuran, dan struktur ovarium.
Selain itu pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mendeteksi keberadaan protein CA 125 dalam darah. Kadar CA 125 yang tinggi bisa mengindikasikan kanker ovarium. Tetapi tes ini tidak bisa dijadikan patokan tunggal karena CA 125 bukan tes yang spesifik, kadarnya bisa meningkat pada kondisi lain yang bukan kanker, dan tidak semua penderita kanker ovarium mengalami peningkatan kadar CA 125 dalam darah.
Stadium Kanker Ovarium
1. Stadium 1: Kanker hanya menyerang salah satu atau kedua ovarium, tapi belum menyebar ke organ lain.
2. Stadium 2: Kanker sudah menyebar dari ovarium ke jaringan di sekitar panggul atau rahim.
3. Stadium 3: Kanker sudah menyebar ke selaput perut, permukaan usus, dan kelenjar getah bening di panggul atau perut.
4. Stadium 4: Kanker sudah menyebar hingga bagian lain tubuh, misalnya ginjal, hati, dan paru-paru.
Pengobatan Kanker Ovarium
a) Operasi
Prosedur operasi biasanya meliputi pengangkatan kedua ovarium, tuba falopi, rahim, serta omentum (jaringan lemak dalam perut). Operasi ini juga bisa melibatkan pengangkatan kelenjar getah bening pada panggul dan rongga perut untuk mencegah dan mencari tahu jika ada penyebaran kanker. Dengan pengangkatan kedua ovarium dan rahim, penderita tidak lagi dapat memiliki keturunan.
Namun lain halnya dengan kanker ovarium yang terdeteksi pada stadium dini. Penderitanya mungkin hanya akan menjalani operasi pengangkatan salah satu ovarium dan tuba falopi sehingga kemungkinan untuk memiliki keturunan masih ada.
b) Kemoterapi
Kemoterapi dapat dijadwalkan setelah operasi. Ini dilakukan untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa. Selama menjalani kemoterapi, dokter akan memantau perkembangan penderita secara rutin guna memastikan keefektifan obat dan respons tubuh terhadap obat. Kemoterapi juga dapat diberikan sebelum operasi pada penderita kanker ovarium stadium lanjut, dengan tujuan mengecilkan tumor sehingga memudahkan prosedur pengangkatan.
Setiap pengobatan berisiko menimbulkan efek samping, begitu pula dengan kemoterapi. Beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah melakukan proses kemoterapi di antaranya adalah tidak nafsu makan, mual, muntah, lemas, rambut rontok, serta meningkatnya risiko infeksi.
c) Radioterapi
Di samping operasi dan kemoterapi, radioterapi merupakan tindakan lain yang bisa menjadi alternatif. Dalam radioterapi, sel-sel kanker dibunuh menggunakan radiasi dari sinar X.
Sama seperti kemoterapi, radioterapi dapat diberikan baik setelah maupun sebelum operasi. Efek sampingnya juga serupa dengan kemoterapi, terutama terjadinya kerontokan rambut.
Pencegahan Kanker Ovarium
1) Menggunakan kontrasepsi dalam bentuk pil selama lebih 10 tahun. Langkah ini terbukti dapat mengurangi risiko kanker ovarium hingga separuhnya.
2) Menjalani kehamilan dan menyusui.
3) Menerapkan pola hidup sehat agar terhindar dari obesitas Contohnya adalah berolahraga secara teratur serta meningkatkan konsumsi serat seperti buah dan sayuran.
4) Pada wanita yang memiliki risiko tinggi terkena kanker ovarium, operasi pengangkatan ovarium dan tuba falopi sebelum terkena kanker juga dapat dilakukan guna meminimalisasi risiko. Prosedur ini biasanya dianjurkan pada usia 35 hingga 40 tahun, bagi mereka yang sudah memutuskan untuk tidak memiliki keturunan lagi.
5) Berolahraga secara rutin
6) Emosi yang stabil dan manajemen stres yang efektif
About : Citra Dewi Amd. Keb
Bidan Citra Dewi Am.Keb merupakan alumnus Stikes Jenderal Achmad Yani Cimahi angkatan 2016 yang lahir pada 15 juni 1995. Aktif sebagai Interactive Medical Advisor di www.curhatbidan.com. Bagi saya menjadi seorang bidan adalah pekerjaan mulia yang memberikan pelayanan dengan hati nurani. Bidan berperan dalam luang lingkup kesehatan dasar masyarakat. Mulai dari bayi, remaja, pasangan usia subur sampai lanjut usia. Saya berharap mampu memberikan pelayanan kesehatan keluarga anda.